Kamis, 05 Juli 2012

merindukan seorang penyeret hijau


Kalau dirimu bukan sesiapa, lantas siapakah kita yang berpapasan di sebuah persimpangan jalan menuju rumah? 

Ada kerikil bergelimpangan seperti mayat, ada batu-batu besar kecil sekakan tak lebih daripada besar kapala yang kita usung kesana kemari.  Mana kepala, mana batu, isi kepalakah yang sudah membatu ribuan hari. Mengeras seperti usia.  Kamu? Aku? Kita? Atau mereka dengan seribu wajah?
Ah, peluk  sajalah dirimu, temukan jalan pulang dan persetan dengan mereka!
***

Tentu, dik.  Adalah kamu, perempuan pejalan yang ditemukan di persimpangan.  Dengan rambut terikat dihiasi pita hijau, membawa senggengam balon warna-warni .  Gelembung udara  yang sudah siap terbang dan lepas kapan saja kau inginkan.
***

Sebuah pembatas buku telah sampai pada halaman kesekian, bab ke-25.  Sementara aku bernyanyi “Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga...”

Dan lillin pun padam... 


PS: Besok aku menunggumu dan sebuah bab baru untuk kau tuliskan.

Happy B’day, Ky...
Cherrs  ^_^

Vespa, 05072012, peluk, tium jauh...

Sabtu, 23 Juni 2012

only time



Who can say where the road goes
Where the day flows
Only time...

Berjalanlah, ke jalanan sepi pinggiran kota. Sekedar menikmati pagi datang sebelum matahari menantang mata-mata yang kian lelah mencari dan mencari. 

And who can say if your love grows
As your heart chose
Only time...
 
Tidak ada hujan, tidak ada embun apalagi kabut. Tidak ada derap langkah kaki, tidak seorang pun.

And who can say why your heart cries
When your love lies
Only time...

Kata hati menumpang lirih pada angin pagi sebelum segala yang manis mengucap salam. Sebelum segala yang pahit meninggalkan kenangan di pangkal lidah. Berjalanlah.

Who can say when the roads meet
That they might be 
In your heart...

waktu, waktu waktu....


And who can say when the day sleeps
If the night
...night keeps all your heart...

Di penghujung jalan, jangan pernah takut bila senjakala datang. Sampaikan salam pada Bumi Tua, "selamat datang kegelapan". Larutlah bersamanya hingga pekat

Who knows? Only time...


lengang....


Who knows? Only time...


Vespa, 23.06.12 , just let me be empty for a moment... 
 

Sabtu, 09 Juni 2012

18.10, catatan

1/
kata orang waktu ini adalah senjakala
yang sesaat, sekejap untuk tersesat

ketika memintas waktu
2/
gerimis mulai berguguran
aku melihatnya dari dalam sekotak kaca

ketika lampu-lampu kota membias, remang
3/
sebentar waktu menyusut
namun aku belum ingin beringsut
selembar catatan menjadi kusut

Senayan, 08 Juni 2012 - 18.10
: Silahkan sesukamu datang, hujan. Di sini ada tempayan-tempayan kosong terbiar di beranda menunggu diisi. Tidak apalah, semisal petir dan angin ribut berderu memanggil seribu rindu yang tersudut oleh waktu. Selamat datang hujan, hujan yang paling tabah. Hujan bulan Juni


Kusampaikan kepadamu sebelumnya, semoga tidak pernah lelah mendengar keluhan dari seorang perempuan, karena aku juga hanya seorang perempuan seperti kebanyakan perempuan yang pernah ada di muka bumi. Ketahuilah, saat kata-kata ini tersurat, kasih sayang dan kesabaranku masih tetap tumbuh selayaknya menimang harapan.

Harapan. Mungkin jika memintamu menggambarkannya, kau akan menggambar harapan seperti lukisan sketsa yang berwarna hitam dan putih. Seperti katamu, kau adalah ada dalam hitam dan putih, atau di antaranya. Di antaranya, ada kita. Tentu saja ada aku, dan kecintaanku pada hijau daun, warna kehidupan. Kehidupan yang belajar kucintai di bawah guyuran hujan.

Klise memang. Menuliskan ini tak pernah berharap kau akan tersentuh. Serangkaian kalimat demi kalimat, yang tidak pernah selesai menjadi mantra memanggil hujan. Tidak juga mendatangkan bahagia, meski aku tidak tahu bahagia itu apa.

Bahagia itu, mungkin ketika aku bisa mencubit perut buncitmu. Ketika aku bisa tidur di sampingmu dan mendengkur. Bahagia itu mungkin, saat aku menawarkanmu segelas air putih saat lelah. Tapi apa bahagia itu?

bahagia itu mungkin, saat aku menerima bisa menerima kenyataan dan bersabar, bahwa menunggu adalah sebuah jawaban. Menunggu, satu saat rahim ku terisi oleh kehidupan.

vespa, 06062012.

jika mencintai adalah kedewasaan, maka dicintai bagiku adalah pengampunan

:(

Sabtu, 21 April 2012

(4/30) Hanya Beberapa Catatan kecil

: pagi tadi 

yang kuingat, ada bayangbayang serupa sabit masih menggantung
ketika hari masih sedikit prematur untuk segera bergegas
dua pasang kaki berjalan beriringan, saat sebelum saling mengucap salam
“sampai jumpa lagi, sayang”
#balada senin pagi#

16042012

: siang tadi
sedikit cerita, sekumpulan kata-kata berseliweran melewati benda-benda mati. seperti hantu-hantu gentayangan melenggang dengan mata nyalang mencari dan mendapati sesuatu untuk dihantui.

#sesekali manusia lupa, telah menjadi hantu bagi sesamanya#

17042012

sedikit cerita, terkadang ada berapa dari mereka serupa burung gagak. memungut bangkai kata-kata. memakannya dan belajar kenyang cukup dari bangkai. sesekali juga mereka menyamar menyerupai merpati. mendapatkan kawanan teman. Lalu siapakah mereka itu? mungkin seseorang, mungkin sekawanan mencari kebutuhannya. untuk dapat terbang lebih tinggi.

(padahal kita tahu tidak semua burung dapat terbang, bukan begitu?)

18042012

weekend time :)

Terimakasih pada apapun dan siapapun yang membuat hari libur ini ada. Dan terimakasih pada apapun dan siapapun yang menjadikan hari kerja berlalu dengan cepatnya.
Kurang lebih satu bulan aku merasa seperti sebuah gelas yang terus menurus diisi air hingga luber. Kenapa? Jika semua ini hanya karena pekerjaan, sepertinya terlalu klise. Pekerjaan, sebuah kewajiban dan kebutuhan. Terkadang saya ingin sekali membencinya, karena pekerjaan ini membuat saya kehilangan banyak waktu untuk hal-hal yang saya sukai. Memisahkan saya dengan orang-orang terkasih, padahan pekerjaan saya kali ini pun hasil keputusan dari sebuah pilihan. Saya punya tujuan.

Berangkat pagi ketika matahari baru muncul, pulang larut ketika matahari sudah tenggelam dan hari sudah benarbenar gelap. Jarak yang lumayan, kepadatan jalanan dan juga antrian-antrian yang cukup brutal. Semuanya menjadikan semua ini seperti sesuatu yang ingin saya benci. Benar, sikap seperti itu membuat saya merasa seperti orang yang tak tahu diuntung. Jika pekerjaan di kota ini adalah ada dan untuk saya jalani, seharusnya saya mensyukurinya. Karenanya ada untuk membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada.

Saya berfikir, kenapa saya harus mengeluh seperti ini. Seorang teman pernah berkata, kamu kerjanya cuma teriak report? report!. Oh ya begitu ya, persetan dengan pendapatmu tentang aku yang mengeluh. Tahu apa jika keseharianmu hanya menjaga sesuatu sambil birchit chat kesana kemari dan sinis. Lagi-lagi dia bilang, kamu mengeluh melulu. Oh ya kawan, saya juga manusia biasa.
Tapi sekali lagi, saya berfikir. Semua baik adanya. Baik jika saya memiliki semua ini untuk saya jalani dan pahami. Untuk terus mengingatkan bahwa saya masih manusiawi dan masih jauh lebih beruntung ketimbang orang-orang diluar sana yang tidak seberuntung saya. Walau, rasanya jahat jika saya harus merasa lebih beruntung ketika memikirkan dan membandingkan diri saya sendiri dengan mereka yang kurang beruntung. Apa semua ini adil?

Ini hari libur. Setelah semalam entah kerasukan setan apa saya merasa benar-benar lelah dan ingin muntah. Saya ingin mengutuki semua hal yang membuat saya lelah. Tapi saat seperti itu, selalu terbersit “apakah kamu sudah melakukan semuanya dengan sepenuh hati, dengan segenap kemampuan, dan menggunakan seluruh waktumu dengan bijak?”. Saya mengalah akhirnya dalam rasa lelah dan ngantuk, lalu memlilih tidur dengan harapan bangun di pagi hari dan melupakan rasa lelah.
saya lelah, lelah, lelah.

Tapi, semuanya terobati di hari libur. terimakasih pada penanggalan dan kebijakan perusahaan yang membuat hari ini waktunya istirahat. Saya telah melupakan rasa lelah, marah dan kesal. Karena hari libur telah membuat saya mengerti bahwa hari kerja sama berartinya dengan hari libur.
Happy Weekend, waktunya juga saya menunggu si pacar datang. Dan kami akan berkencan semalaman. Terimaksih.
vespa, 21.04.2012

Senin, 16 April 2012

Senin pagi berada di kantor lebih awal dengan perasaan “yeah…all is well”. Menjadi sedikit tua rasanya tidak terlalu buruk, meskipun itu tandanya jatah umurku di bumi  juga berkurang.

Senin pagi, saya berusaha tidak membenci perpisahaan sementara dengan si pacar. Rasanya memang sedikit menyika harus berjauhan dengannya selama hari kerja. Tapi, bukan hal yang harus menjadi keluhan. Perasaan melampaui jarak.

Senin pagi, secangkir kopi dan kue bolu pisang. Padanan manis serta sedikit pahit. Mungkin seperti itulah 30 tahun hidup yang dijalani.

Minggu, 08 April 2012

(3/30) April Pada Suatu Pagi


Suara tonggeret, saban hari kapan waktu 
bersembunyi di rerimbun pohon 
cerita beranda 

sekian waktu, mengemas hati dalam tas kepergian 
Meninggalkan rasa dalam lipatan-lipatan baju di lemari. 
terselip diantaranya. buku-buku tertinggal, kisahkisah terlupa 
siapa yang tau... 

Lampu-lampu dipadamkan 
kita berkemas, sebentar bergegas 
pintu terkunci 

 
di pekarangan, daundaun melambai 
                                                                                                       08042012 - beranda rumah, april suatu pagi

Jumat, 06 April 2012

(2/30) hujan di awal musim

hujan awal musim, menyisakan genangan. sesaat menatapnya, tersesat sekelibat lalu menghempaskan wajahwajah kenangan yang tak tentu. mungkin hantuhantu bangkit dari ingatan. tak tentu kita ingat, atau kita pernah saling mengenal.

pada akhirnya, kita bukan sesiapa dan tidak pernah saling memiliki apaapa (lagi)

musim selalu datang, tapi satu kedipan mata musim juga tidak mengulang sejarah yang sama. tak pernah terbaca, mungkin hanya sesuatu yg akan kita ketahui, kelak, kemudian. lalu usai
dan hidup terus berlanjut, hingga pada satu saat...
kemudian, kelak
terhenti
dengan sendirinya 

Bandung, 06 April 2012 - 16.11

Rabu, 04 April 2012

(1/30) selamat datang musim

:kepada april

musim mengajakku menghidu tanah basah
sehabis hujan pertama, ketika hari dimulai
menarik batas ingatan yang bukan kenangan
hanya peringatan
bahwa petualangan masih menunggu
"aku masih ada, di sini"

01042012 - vespa

Rabu, 14 Maret 2012

Berawal dari tugas tulis menulis yang (sedang) akan dilanjutkan lagi. Ini kesepakatan antara saya, dan beberapa teman saya yang ceritanya kami ingin saling mendukung untuk tetap membiasakan diri menulis (ketimbang kami hanya meringis mengapa tulisan kami sering dibajak orang). Setelah menetapkan untuk melanjutkan tema-tema dari berbagai sumber, 30 days me of me, akhirnya kamipun menyadari, kami...tetap jalan ditembat dan bergumul dengan dangan alasan ini dan itu (baca:tidak juga mmulai nulis dan juga tidak mematuhi tema). Kasarnya, menurutku kami hanya mencari alasan bagaimana untuk tidak memakasakan diri kami untuk membisakan diri dengan yang namanya me-nu-lis. Apa susahnya sih? Cuap-cuap, entah curhat nyampah ataupun menumpahkan isi pikiran kami kurasa tak ada yang salah. Kenapa tiba saja kami, saya juga begitu takut bahwa tulisan kami seperti curhat seperti diary. Well, kupikir bukankah di antara banyak fiksi yang bertebaran, pasti ada selipan di dalamnya adalah pengalaman pribadi si penulis itu sendiri. Sebagai contoh, Mark Twain mengatakan dalam bukunya The Adventure of Tom Sawyer, beberapa karakter memang diambil dari pengalaman nyata kisah tiga orang bocah, tapi toh kita tidak tahu kan, mana yang benar-benar terjadi dalam kenyataannya? (lagi-lagi, saya sedang membela diri karena saya hanya sedang (ingin) curhat. Singkat kata, saya rasa ini hanya masalah ke-ma-la-san, entah gengsi, dan entah juga enggan beranjak dari kemalasan. Hey, berapa lama kita semua ingin jadi kepompong? 

 Kita tidak sedang bicara ingin menjadi penulis terkenal. Tidak juga bicara tentang gengsi atau apapun dalam menulis. Saya bicara tentang bagaimana kita bisa menikmati hobby membaca dan menulis, juga bicara tentang keinginan beberapa teman untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik. Bagaimana kita tahu kita cukup baik, atau cukup buruk jika kita tidak pernah lagi mencoba menulisakn sesuatu dan membaginya pada orang lain. Tak usah bicara tentang khalayak ramai yang bisa membaca tulisan kita, tapi saya pribadi ingin bicara soal berbagi. Sekitar 2 tahun yang lalu saya menemukan seorang blogger, Ndoro Kakung yang beberapa kali menuliskan di blognya, menulis adalah soal berbagi. Hingga kini dia tetap konsisten menulis, membagikan tulisan-tulisannya di beberapa blog. Puisi-puisim serta cerpan bahkan mini novelnya dapat kita download dengan gratis. Hingga kini, dia dikenal sebagai blogger senior yang isi blognya orisinil, juga seorang pengamat lingkungan sekitar. Kalau saya pikir lagi, sepertinya orang ini begitu menikmati apapun yang dia tulis. Tidak ada salahnya bukan, semangat menulis Ndoro Kakung ini menjadi panutan bagi kita yang suka cuap-cuap dalam bentuk tulisan? Kemarin hari saya membaca status Facebook salah satu sahabat saya (kembar dempet saya), yang intinya mungkin benar orang tua melarang kita menulis karena menulis hanya membawa kita semakin melankolik. Bisa jadi saya setuju dengan pendapat ini, karena saya juga dibesarkan dengan pandangan orang tua seperti itu. Buat apa menulis yang diary, puisi, cerpen? Buat apa membaca begitu banyak komik, buku-buku fiksi? Tidak ada gunanya, lebih baik belajar yang benar, itu menurut orang tua saya. Dilihat dari beberapa kenyataannya, ya mungkin saja tidak ada gunanya,hanya menambah saya si melankolis ini semakin terpuruk dengan dunia dan perasaannya (juga pikirannya yang mendadak bisa jadi gaduh, riuh, boleh juga dikatakan tersesat). 

 Tapi kembali lagi, saya juga ingin melihat kenyataan dari sisi lain. Dari sudut pandang yang lain yang pernah saya tahu dan pernah saya alami sendiri. Menulis, tidak selalu seperti itu. Boleh jadi otak saya hanya bisa menampung hal-hal sederhana yang tidak rumit, tapi saya percaya menulis ini juga ada banyak gunanya, tanpa kita sadari. Ketika saya patah hati dan todak bisa menceritakan kesedihan saya pada orang lain maka saya melarikan diri pada puisi, yah lebay sih...serasa jadi makhluk pencinta luka, rindu, dan segala yang sendu. Singkat cerita, saya si Melankolic Dramatic Queen. Tapi sesudahnya saya selalu merasa lega, dan setetlah beberapa lama ketika saya mengunjungi tulisna itu saya akan terkejut dibuatnya. Betapa ada satu perubahan yang saya alami selama ini, bukan perubahan kecil. Tapi sebuah perubahan besar. Dan saya berterimakasih untuk tulisan itu, karenanya saya bisa bercermin dari tulisan sendiri. Menulis untuk menyembuhkan. Setelah saya membaca status teman saya itu saya berfikir, tidak juga ingin membenarkannya tapi juga tidak ingin membenarkannya. Kurasa, membenarkannya adalah salah satu jalan untuk jauh mengasihani diri sendiri. Bahwa saya melankolis dan begitu perasa karena manulis berlembar puisi, karena saya terpuruk dan mengiyakan hidup dalam dunia sinetron yang di jual seperti kacang goreng di layar televisi. Tidak, saya tidak ingin seperti itu. Saya ingin membantahnya dengan sebuah alasan, bahwa menulis adalah keinginan saya, bagian dari hidup saya yang tidak ingin saya bantah. Tidak ingin juga menjadi kecil karenanya, atau berharap terlalu besar karenanya. Tapi menulis adalah diri saya sendiri yang layak saya pertahankan, karena menulis bagi saya adalah sebuah cermin. Tanpa menulispun perasaan bisa jadi menggila, dan sebuah rasa melankolis bisa jadi melankolia. Apa bedanya kalau begitu. Bukan kita yang dikendalikan oleh perasaan, tapi kitalah pemilik perasaan itu. Kendalikanlah. (Sejujur-jujurnya, saya sendiri belum bisa pandai mengendalikan perasaan dan pikiran sialan itu dengan baik, selalu butuh waktu yang agak lama untuk menenangkan diri saya kembali). 

Seperti kata Stephen King “The scariest moment is always just before you start.” Mungkin itu juga yang terjadi pada saya berkali-kali. Hingga saya sendiri tidak bisa mengeluarkan apapun yang ada dalam pikiran saya dalam bentul tulisan. Takut saya terlihat bodoh, takut saya terlihat tidak pandai dan nyampah, takut saya tidak bisa menyampaik suatu maksud dengan baik, takut ini, takut itu lalu berubah manjadi saya enggan, saya malas, dan saya tidak bisa apa-apa. Tentu saja, semua ini salah. Tapi saya belum ingin kalah...

Rabu, 07 Maret 2012

memulai lagi

Sudah sekian lama ternyata susah sekali mencari waktu (dan mengalahkan kemalasan) untuk kembali cuap-cuap di blog. Seperti yang sudah-sudah, sering kali saya menterlantarkan blog saya sampai banyak sarang laba-labanya. Dengan berat hati, ada beberapa blog yang saya buat akhirnya ditutup.

Tapi stop, sekarang bukan waktunya curhat colongan mengapa saya begitu lama hibernasi jadi kempompong dan tidak menghasilkan satu produktivitas apapun dalam menulis (sekalipun itu menulis curhatan (lagi2). Sesuai kesepakatan, saya dan beberapa orang teman punya niat untuk membuat kembali project kami yang sempat tertunda. Menulis selama 30 hari dengan topik dan tema yang sudah disediakan. Bagi saya ini sebuah tantangan kembali. Bukan tantangan untuk unjuk kebolehan, karena jujur saja merasa tak punya modal special dalam cuap-cuap (selain modal bawel).

Ada alasan lain kenapa mendadak saya ingin menulis lagi. Yang jelas, ada rasa rindu untuk menulis setelah saya hibernasi panjang. Seperti ada kebutuhan untuk menyampaikan "sesuatu" dengan kata-kata. Dan yang terakhir, saya sebetulnya cukup eneg dengan pembajakan tulisan yang akhir-akhir ini semakin merajarela. Tidak hanya tulisan artikel, cerpen, dan puisi, curhat juga bisa jadi di copypaste orang dengan mudah (dan tanpa merasa berdosa). Itu terjadi pada saya, setelah beberapa postingan di blog saya yang lama mengalami nasib pindah ke blog tetangga tak dikenal. Jika mereka saja semangat ngubek-ngubek postingan orang lain yang pas dengan isi hati dan pikiran mereka, mengapa saya tidak bisa membuat sebuah postingan (setidaknya) orisinil hasil cuap-cuap saya sendiri (bagus, tidak bagus...well, sepertinya itu masalah kerajinan, ketelatenan dan kemauan. ya kan ?).

JAdi, hari pertama ini tentunya menghasilkan sesuatu kan? ya, saya menulis, meski cuma cuap-cuap (mesi saya mengerjakannya sambil OOT dan main game) setidaknya saya mencoba memaksa pikiran dan jari saya ini kembali berolah raga. Semoga kali ini saya tidak mangkir, semoga kali ini saya bisa menyelesaikannya dengan baik (itu artinya saya harus perang habis-habisan dengan rasa malas, cape dan ngantuk).

Semoga berhasil. mari menulis

Minggu, 22 Januari 2012

cuhat, cuma curhat

Sepertinya terlalu meninggalkan curhat-curhatan (sekaligus sampah, yang juga curhat), lama meninggalkan tulis menulis (yg selalu saya kangenin), lama meninggalkan perpuisian, sajak liris, maupun mencoba bersikeras menulis. hell ya, kata sahabat saya mungkin jaman emasnya sudah lewat. Kita kehilangan produktivitas ide dan juga penurunan kemauan (kerja keras berfikir dan menulis(.

Tapi apa saya benar-benar berhenti bekerja keras dan berfikir? Entahlah. Ini sudah tiga bulan lebih sejak kepindahan saya ke ibu kota (yang bagi saya dulu seperti gudang ide, ruang kemandirian dan kesendirian, yang seharusnya menghasilkan banyak lagi ide, cerita dan pemikiran). Berangkat dengan tekad semangat 45 (juga disertai pergumulan kuat) akhirnya saya sampai di sini.

Tiga bulan, kehilangan banyak waktu mencurahkan apapun di blog, di forum komunitas menulis dan juga dimana-mana. Ada apa? apa karena saya pemalas? pemalas yang paling ruwet sendiri setelah tertekan ingin menulis lalu menyerah?. Yaaa...apapun itu, bolehkan saya beralasan, berdalih mengapa 3 bulan ini saya tidak menulis apapun. (kecuali status fesbuk, kecuali curhat colongan singkat sekenanya. tak lupa, keluhan dan keluhan). Yeah, aku tidak tahu.

Kehilangan waktu? tentu saja. tenaga dan pikiran apalagi. MEncoba membagi waktu untuk banyak hal itu tidak mudah. Padahal, janji saya pada diri sendiri setelah kepindahan saya ke Jakarta kali ini adalah, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam hal apapun, termasuk pacaran. ^_^

1,5 jam perjalanan pergi dan pulang kerja itu ternyata melelahkan> Itu dihitung dari waktu minimal. Sesekali harus menghabiskan waktu sampai 2,5 jam (artinya bisa sampai saya sehari mondar mandir ke kampung halaman). Melelahkan, makan waktu, dan makan kaki saya. Hasilnya kram sering melanda di kaki sebelah kanan. (jangan salahkan jarak ataupun karena pegangan tangan di busway terlalu tinggi. jangan uga salahkan jarak. Salahnya mungkin saya memang kelebihan berat badan. Alhasil, kaki saya benar2 sakit harus menyangga berat tubuh saya)

1 bulan sekali pulang ke kampung halamanpun menjadi kesulitan tersendiri bagi saya. Lagi-lagi, itu karena malas. Dengan alasan kuat, 2 hari weekend saya hanya ingin mengistirahatkan kaki saya.Meski masih ada alasan sebenarnya mengapa saya tidak pulang-pulang ke rumah kedua orang tua saya.Perihal itu lain kali saya ceritakan.

Hal lain yang membuat saya berhenti tulis menulis ini adalah kejenuhan. Jenuh dengan puisi lebay, jenuh melihat status2 puisi yang menurut saya terlalu cari perhatian. Jenuh juga, karena saya mulai kehilangan tujuan dari menulis. Pasalnya, saya lebih suda memasak seporsi ikan sarden, mie instant ataupun goreng telur. Pasalnya, ini karena saya sedang balas dendam memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan banyak hal dengan si kambing jantan saya (di baca: pacar).

Singkat cerita (karena saya ngantuk dan harus kembali mengerjakan tugas kantor besok pagi di kosan), saya mendadak punya istilah sibuk pada akhirnya. Sibuk menjalankan banyak hal yang sampai saat ini masih saya nikmati, meski harus membuat saya, merindu tidak jelas pada celoteh di ruang tulisan



(ini beneran curhat gak jelas saat ngantuk dan batuk)