Sabtu, 09 Juni 2012

: Silahkan sesukamu datang, hujan. Di sini ada tempayan-tempayan kosong terbiar di beranda menunggu diisi. Tidak apalah, semisal petir dan angin ribut berderu memanggil seribu rindu yang tersudut oleh waktu. Selamat datang hujan, hujan yang paling tabah. Hujan bulan Juni


Kusampaikan kepadamu sebelumnya, semoga tidak pernah lelah mendengar keluhan dari seorang perempuan, karena aku juga hanya seorang perempuan seperti kebanyakan perempuan yang pernah ada di muka bumi. Ketahuilah, saat kata-kata ini tersurat, kasih sayang dan kesabaranku masih tetap tumbuh selayaknya menimang harapan.

Harapan. Mungkin jika memintamu menggambarkannya, kau akan menggambar harapan seperti lukisan sketsa yang berwarna hitam dan putih. Seperti katamu, kau adalah ada dalam hitam dan putih, atau di antaranya. Di antaranya, ada kita. Tentu saja ada aku, dan kecintaanku pada hijau daun, warna kehidupan. Kehidupan yang belajar kucintai di bawah guyuran hujan.

Klise memang. Menuliskan ini tak pernah berharap kau akan tersentuh. Serangkaian kalimat demi kalimat, yang tidak pernah selesai menjadi mantra memanggil hujan. Tidak juga mendatangkan bahagia, meski aku tidak tahu bahagia itu apa.

Bahagia itu, mungkin ketika aku bisa mencubit perut buncitmu. Ketika aku bisa tidur di sampingmu dan mendengkur. Bahagia itu mungkin, saat aku menawarkanmu segelas air putih saat lelah. Tapi apa bahagia itu?

bahagia itu mungkin, saat aku menerima bisa menerima kenyataan dan bersabar, bahwa menunggu adalah sebuah jawaban. Menunggu, satu saat rahim ku terisi oleh kehidupan.

vespa, 06062012.

jika mencintai adalah kedewasaan, maka dicintai bagiku adalah pengampunan

:(

0 komentar: