Rabu, 14 Maret 2012

Berawal dari tugas tulis menulis yang (sedang) akan dilanjutkan lagi. Ini kesepakatan antara saya, dan beberapa teman saya yang ceritanya kami ingin saling mendukung untuk tetap membiasakan diri menulis (ketimbang kami hanya meringis mengapa tulisan kami sering dibajak orang). Setelah menetapkan untuk melanjutkan tema-tema dari berbagai sumber, 30 days me of me, akhirnya kamipun menyadari, kami...tetap jalan ditembat dan bergumul dengan dangan alasan ini dan itu (baca:tidak juga mmulai nulis dan juga tidak mematuhi tema). Kasarnya, menurutku kami hanya mencari alasan bagaimana untuk tidak memakasakan diri kami untuk membisakan diri dengan yang namanya me-nu-lis. Apa susahnya sih? Cuap-cuap, entah curhat nyampah ataupun menumpahkan isi pikiran kami kurasa tak ada yang salah. Kenapa tiba saja kami, saya juga begitu takut bahwa tulisan kami seperti curhat seperti diary. Well, kupikir bukankah di antara banyak fiksi yang bertebaran, pasti ada selipan di dalamnya adalah pengalaman pribadi si penulis itu sendiri. Sebagai contoh, Mark Twain mengatakan dalam bukunya The Adventure of Tom Sawyer, beberapa karakter memang diambil dari pengalaman nyata kisah tiga orang bocah, tapi toh kita tidak tahu kan, mana yang benar-benar terjadi dalam kenyataannya? (lagi-lagi, saya sedang membela diri karena saya hanya sedang (ingin) curhat. Singkat kata, saya rasa ini hanya masalah ke-ma-la-san, entah gengsi, dan entah juga enggan beranjak dari kemalasan. Hey, berapa lama kita semua ingin jadi kepompong? 

 Kita tidak sedang bicara ingin menjadi penulis terkenal. Tidak juga bicara tentang gengsi atau apapun dalam menulis. Saya bicara tentang bagaimana kita bisa menikmati hobby membaca dan menulis, juga bicara tentang keinginan beberapa teman untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik. Bagaimana kita tahu kita cukup baik, atau cukup buruk jika kita tidak pernah lagi mencoba menulisakn sesuatu dan membaginya pada orang lain. Tak usah bicara tentang khalayak ramai yang bisa membaca tulisan kita, tapi saya pribadi ingin bicara soal berbagi. Sekitar 2 tahun yang lalu saya menemukan seorang blogger, Ndoro Kakung yang beberapa kali menuliskan di blognya, menulis adalah soal berbagi. Hingga kini dia tetap konsisten menulis, membagikan tulisan-tulisannya di beberapa blog. Puisi-puisim serta cerpan bahkan mini novelnya dapat kita download dengan gratis. Hingga kini, dia dikenal sebagai blogger senior yang isi blognya orisinil, juga seorang pengamat lingkungan sekitar. Kalau saya pikir lagi, sepertinya orang ini begitu menikmati apapun yang dia tulis. Tidak ada salahnya bukan, semangat menulis Ndoro Kakung ini menjadi panutan bagi kita yang suka cuap-cuap dalam bentuk tulisan? Kemarin hari saya membaca status Facebook salah satu sahabat saya (kembar dempet saya), yang intinya mungkin benar orang tua melarang kita menulis karena menulis hanya membawa kita semakin melankolik. Bisa jadi saya setuju dengan pendapat ini, karena saya juga dibesarkan dengan pandangan orang tua seperti itu. Buat apa menulis yang diary, puisi, cerpen? Buat apa membaca begitu banyak komik, buku-buku fiksi? Tidak ada gunanya, lebih baik belajar yang benar, itu menurut orang tua saya. Dilihat dari beberapa kenyataannya, ya mungkin saja tidak ada gunanya,hanya menambah saya si melankolis ini semakin terpuruk dengan dunia dan perasaannya (juga pikirannya yang mendadak bisa jadi gaduh, riuh, boleh juga dikatakan tersesat). 

 Tapi kembali lagi, saya juga ingin melihat kenyataan dari sisi lain. Dari sudut pandang yang lain yang pernah saya tahu dan pernah saya alami sendiri. Menulis, tidak selalu seperti itu. Boleh jadi otak saya hanya bisa menampung hal-hal sederhana yang tidak rumit, tapi saya percaya menulis ini juga ada banyak gunanya, tanpa kita sadari. Ketika saya patah hati dan todak bisa menceritakan kesedihan saya pada orang lain maka saya melarikan diri pada puisi, yah lebay sih...serasa jadi makhluk pencinta luka, rindu, dan segala yang sendu. Singkat cerita, saya si Melankolic Dramatic Queen. Tapi sesudahnya saya selalu merasa lega, dan setetlah beberapa lama ketika saya mengunjungi tulisna itu saya akan terkejut dibuatnya. Betapa ada satu perubahan yang saya alami selama ini, bukan perubahan kecil. Tapi sebuah perubahan besar. Dan saya berterimakasih untuk tulisan itu, karenanya saya bisa bercermin dari tulisan sendiri. Menulis untuk menyembuhkan. Setelah saya membaca status teman saya itu saya berfikir, tidak juga ingin membenarkannya tapi juga tidak ingin membenarkannya. Kurasa, membenarkannya adalah salah satu jalan untuk jauh mengasihani diri sendiri. Bahwa saya melankolis dan begitu perasa karena manulis berlembar puisi, karena saya terpuruk dan mengiyakan hidup dalam dunia sinetron yang di jual seperti kacang goreng di layar televisi. Tidak, saya tidak ingin seperti itu. Saya ingin membantahnya dengan sebuah alasan, bahwa menulis adalah keinginan saya, bagian dari hidup saya yang tidak ingin saya bantah. Tidak ingin juga menjadi kecil karenanya, atau berharap terlalu besar karenanya. Tapi menulis adalah diri saya sendiri yang layak saya pertahankan, karena menulis bagi saya adalah sebuah cermin. Tanpa menulispun perasaan bisa jadi menggila, dan sebuah rasa melankolis bisa jadi melankolia. Apa bedanya kalau begitu. Bukan kita yang dikendalikan oleh perasaan, tapi kitalah pemilik perasaan itu. Kendalikanlah. (Sejujur-jujurnya, saya sendiri belum bisa pandai mengendalikan perasaan dan pikiran sialan itu dengan baik, selalu butuh waktu yang agak lama untuk menenangkan diri saya kembali). 

Seperti kata Stephen King “The scariest moment is always just before you start.” Mungkin itu juga yang terjadi pada saya berkali-kali. Hingga saya sendiri tidak bisa mengeluarkan apapun yang ada dalam pikiran saya dalam bentul tulisan. Takut saya terlihat bodoh, takut saya terlihat tidak pandai dan nyampah, takut saya tidak bisa menyampaik suatu maksud dengan baik, takut ini, takut itu lalu berubah manjadi saya enggan, saya malas, dan saya tidak bisa apa-apa. Tentu saja, semua ini salah. Tapi saya belum ingin kalah...

Rabu, 07 Maret 2012

memulai lagi

Sudah sekian lama ternyata susah sekali mencari waktu (dan mengalahkan kemalasan) untuk kembali cuap-cuap di blog. Seperti yang sudah-sudah, sering kali saya menterlantarkan blog saya sampai banyak sarang laba-labanya. Dengan berat hati, ada beberapa blog yang saya buat akhirnya ditutup.

Tapi stop, sekarang bukan waktunya curhat colongan mengapa saya begitu lama hibernasi jadi kempompong dan tidak menghasilkan satu produktivitas apapun dalam menulis (sekalipun itu menulis curhatan (lagi2). Sesuai kesepakatan, saya dan beberapa orang teman punya niat untuk membuat kembali project kami yang sempat tertunda. Menulis selama 30 hari dengan topik dan tema yang sudah disediakan. Bagi saya ini sebuah tantangan kembali. Bukan tantangan untuk unjuk kebolehan, karena jujur saja merasa tak punya modal special dalam cuap-cuap (selain modal bawel).

Ada alasan lain kenapa mendadak saya ingin menulis lagi. Yang jelas, ada rasa rindu untuk menulis setelah saya hibernasi panjang. Seperti ada kebutuhan untuk menyampaikan "sesuatu" dengan kata-kata. Dan yang terakhir, saya sebetulnya cukup eneg dengan pembajakan tulisan yang akhir-akhir ini semakin merajarela. Tidak hanya tulisan artikel, cerpen, dan puisi, curhat juga bisa jadi di copypaste orang dengan mudah (dan tanpa merasa berdosa). Itu terjadi pada saya, setelah beberapa postingan di blog saya yang lama mengalami nasib pindah ke blog tetangga tak dikenal. Jika mereka saja semangat ngubek-ngubek postingan orang lain yang pas dengan isi hati dan pikiran mereka, mengapa saya tidak bisa membuat sebuah postingan (setidaknya) orisinil hasil cuap-cuap saya sendiri (bagus, tidak bagus...well, sepertinya itu masalah kerajinan, ketelatenan dan kemauan. ya kan ?).

JAdi, hari pertama ini tentunya menghasilkan sesuatu kan? ya, saya menulis, meski cuma cuap-cuap (mesi saya mengerjakannya sambil OOT dan main game) setidaknya saya mencoba memaksa pikiran dan jari saya ini kembali berolah raga. Semoga kali ini saya tidak mangkir, semoga kali ini saya bisa menyelesaikannya dengan baik (itu artinya saya harus perang habis-habisan dengan rasa malas, cape dan ngantuk).

Semoga berhasil. mari menulis