Rabu, 17 April 2013

Sebuah Orbituari di Bulan April

.....seperti pada masa-masa itu, ketika semuanya berwarna putih 
tumpang tanganmu, ciuman di kening, dan panggilan kesayangan 
.....seperti pada masa itu, ketika malam-malam yang baru kukenal 
dongeng Ciung Wanara, Cinderella, atau sekedar mitos belaka 
.....seperti pada saat ini,  gambar ku berubah warna, seperti kuning 
menguning, seperti kelabu barangkali, ingatan yang jauh 

: kenangan yang hidup,

*** 

sebelas april sekian tahun lalu... 

Minggu sore, seperti biasa waktunya gereja dan menjalankan kewajiban beribadah. Minggu juga, adalah kebiasaan ku mengunjunginya, atau kami yang saling mengunjungi. Aku tidak membawa oleh-oleh apapun saat itu, hanya membawa beberapa obat-obatan titipan ibu, untuknya. 

Seperti bisa pula kedatanganku selalu disambut dengan hangat. Seketika saja pasti ada sesuatu yang ingin dia suguhkan. Padahan, siapalah aku ini, aku yang begitu dikenalnya dengan baik. Ya, aku , akulah yang dikenalnya sedari nafas pertamaku ada. 

Tapi kali ini kedatanganku tak lama. Hanya menyampaikan titipan ibu. Obat-obatan yang mungkin sedang diperlukannya karena flu. Oh iya, tentu saja saat itu suaranya agak mindeng, mungkin kelelahan. Toh, sekian tahun ini hanya putri keduanya yang hidup bersamanya. Putrinya yang lain, yang memiliki keterbelakangan mental. Sementara kedua anaknya yang lain telah menikah dan memiliki kehidupan sendiri. Padahan, aku ingat, bulan-bulan rumahnya siap dijual, dan dia berharap dapat tinggal dengan salah satu anaknya yang lain. Dia lelah, kurasa. 

Sebelum pulang, pastilah tak lupa dikecupnya keningku. Tapi aku merasa ada yang aneh. Aku melihat dahinya berwarna kebiruan. Dan dia hanya menjawab "oh, tadi tak sengaja kena pompa saat mengambil air". Lalu tiba saja dia mengingat suatu. Hari ulangt tahunku. "Enggak bisa kasih apa-apa, ini saja ada uang jajan ya". katanya. Tentu saja aku sedikit menolaknya. "Jangan, ulang tahunku masih beberapa hari lagi. Pamli nanti kan katanya kalau diberi hadian dan diselamatin sebelum waktunya". Dia lalu menjawab, "Takut nanti hari Rabu gak bisa ke rumah. udah nih, ambil aja. Met ulang tahun, panjang umur, deket jodoh, dan tambah pinter".  Aku menerimanya, lalu pulang. 

*** 

.....sebuah intuisi, katakanlah firasat, atau mimpi. boleh kau percayai atau tidak. suatu malam aku bermimpi semua gigi depanku tanggal. hari lainnya aku melihat seekor keleawar mati di depan halaman, dan lain harinya aku mendengar cericit seekor burung yang katanya pembawa berita duka. boleh percaya, boleh tidak. tapi yang jelas, aku selalu menyukai pertanda, atau hanya sekedar menghubungkan perasaan, dengan tanda-tanda yang mungkin juga kebetulan. tapi adakah yang kebetulan di dunia ini ? 

***

empatbelas april sekian tahun lalu... 

Telepon rumah berdering. Seseorang mengabarkan bahwa sudah tiga hari lampu rumah nya tidak menyala. Minta ijin pada kerabat untuk membuka pintu, dikarenakan tidak ada yang membukakan pintu. Para tetangga kuatir. Beberapa menit kemudian telepon berdering kembali. Dan mereka menemukannya di ranjang, tak sadarkan diri. Tubuhnya dingin dan kaku, juga basah. Anak perempuannya yang terbelakang mental bersembunyi, tak minta pertolongan siapapun. Dan ya, beberapa jam kemudian, dokter sudah memutuskan bahwa tiga pembuluh darahnya pecah, dan dia mengalami koma. Ibuku lunglai mendengarnya. Tentu saja, karena dia adalah ibunya ibuku. Perempuan tua itu nenekku. 

***

enambelas april sekian tahun lalu... 

Menggenggam tangannya di ICCU. Nenek belum juga sadar. Entah perasaan atau itu benar, aku sempat merasa jarinya seperti hendak bergerak. 

***

tujuhbelas april sekian tahun lalu... 

Baru saja aku pulang kerumah sehabis jaga di rumah sakit. Telepon berdering kembali. Dan beliau, sudah pulang. Pulang ke rumahNya. Bertepatan hari kemenangan, kebangkitan, Paskah.

***

Orbituari. 

Pernah ada dalam harapanku, aku bisa membuat beliau bangga dengan mengabulkan beberapa harapannya. Melihatku wisuda, menikah, dan memberinya cicit. Tapi aku, sepertinya tak bisa mengabulkan apa-apa. Kupikir nenek masih sangat kuat. Terbukti bertahun-tahun dia bertahan sendirian mengurus putrinya yang kurang berdaya. Memang beliau  mulai agak pikun, tapi tak pernah lupa hari ulang tahun anak dan cucunya. Nasi kuning, ya nasi kuning, selalu beliau membuatnya untukku setiap empasbelas bulan empat. 

Hei, nek... aku masih ingin bergelantungan di ayunan yang bisa nenek buat untukku sedari kecil. Aku masih ingin, mendengar lagi banyak dongeng dan mitos yang selalu kau ceritakan. Atau, menonton wayang golek sampai larut malam? :) Semisal biasanya aku selalu punya rumah untuk berlari ketika hidupku terasa gelap, sekarang aku hanya punya diriku sendiri menghindari tatapan orang-orang ketika aku bersedih. Tapi itu bukan masalah. Kini, aku seorang yang sudah memulai kembali hidupnya setelah di persimpangan. Oh iya, tentu saja banyak yang nenek lewatkan. Terlalu banyak. kelak pasti, suatu hari kuceritakan bila kita bertemu kembali. Dan pasti, pasti aku berjanji aku akan selalu menjaga ibu. Juga memohon dan berdoa, bahwa kali selanjutnya semoga Dia, memberikan kami banyak waktu, agar aku bisa memberikan banyak hal yang tak pernah bisa aku berikan pada mu, tentu saja. 

Dari ruang ini, aku merindukan masa yang takkan pernah kembali, lagi.

*** 

in memoriam, Lin Siu ling/ Magdalena Yakub 

To Where You Are... 

mencium hujan, adalah bahasa kenangan yang paling menakjubkan.


Bogor, 17042013








1 komentar:

Gelang Cokelat mengatakan...

aku nangis, teteh yang sabar ya :')