Jumat, 25 Oktober 2013

#kamisan : Perihal Lupa

Belakangan ini, saya sering kali mendadak lupa dengan apa yang hendak saya kerjakan ketika ada sesuatu menyelang kegiatan itu. Dan ini sering terjadi, apalagi di jam kerja. Belakangan juga, saya mendadak suka lupa dengan apa yang akan saya ucapkan ketika berbicara. Bahkan memanggil nama seseorang. Dan parahnya lagi, belakangan ketika menulis pesan singkat di sms, WA, atau dimana pun, salah ketik saya semakin menjadi. Juga mendadak lupa mengeja kata-kata yang hendak saya ketik. Jadi, apa yang salah dengan saya? Apakah ini mengindikasikan suatu penyakit ? Atau ini hanya masalah kebiasaan dan kurang fokusnya saya belakangan ini. Tapi bolehlah semua kejadian lupa ini hanyalah benar-benar masalah kebiasaan. Toh, terkadang kebiasaan ini bisa menjadi alasan pamungkas ketika saya melakukan kesalahan atau keleiruan (dalam hal apapun). Lupa.
Well, tapi menyoal lupa ini saya tak hendak mengeluh dalam tulisan ini. Sungguh, bukan itu. Lupa adalah tema yang diberikan teman-teman #kamisan dalam rangkan belajar rutin menulis bersama. Perihal LUPA, dan saya pun sebetulnya lupa mau menulis apa. Oh, maafkan saya ya kawan. 

Perihal lupa sekali lagi, saya memikirkan beragam hal untuk berunjuk pendapat yang ingin dikemukakan. Tapi pastinya sekali lagi, pun saya harus memilih salah satu dari beragam jenis lupa dan ceritanya. Jangan katakan kalian ingin saya memulai tulisan baru saya ini dengan sebuah cerpen, prosa, atau puisi... Pasalnya saya sudah lupa bagaimana menulis kesemuanya itu. Ya, lupa. Dan bagaimana bisa saya bisa lupa cara menuliskannya? Yah, kalau dijabarkan bolehkan kalian katakan ini akan menjadi tulisan panjang kali lebar mengenai sekian keluhan dan sekian alasan saya untuk berkata “Saya lupa!!” (lupa menulis, lupa mengeja, lupa mengingat, lupa membawa, dan lupa segalanya). Sekali lagi, lupa adalah alasan. (bolehlah disebut pembelaan diri, atau alibi barangkali). Tuh kan, apa saya bilang, sekian paragraf ini pun jadi curhat lagi dan keluhan saya mengenai lupa, padahan saya sudah janji bahwa saya tidak ingin membuat tulisan ini manjadi keluhan semata. Lagi, lagi...saya lupa, dan lagi-lagi, maafkan saya ya kawan.
Spoiler cukup sampai di sini!
***  


Entah kenapa ketika saya memikirkan tentang kata LUPA, di telinga saya malah terngiang-ngiang sebuah lagi yang kerap kali saya dengarkan di radio (sunggu, sebetulnya saya bosan dengan lagu yang bisa 4 kali lebih dalam satu hari saya dengar). 

"lumpuhkan ingatanku hapuskan tentang dia, ku ingin lupakannya"

Dan suara merdu mendayu-dayu dari lagu itu pastinya melenakan banyak orang. Iyap, melenakan dan pastinya banyak orang  menjadikan lagu ini sebagi theme song  patah hati musim ini. Atau malah mungkin membuat seseorang tambah depresi. 

Well, saya pernah berkata pada seseorang kalau bisa saya ingin menghapuskan ingatan saya untuk beberapa hal yang pernah terjadi pada saya. Lalu juga menghapuskan ingatan seseorang, atau beberapa orang, tentang saya dalam hidupnya. Hingga kami semua akan bertemu satu sama lain sebagai orang asing, sebagai orang yang tidak pernah saling menyadari keberadaannya satu sama lain. Tapi teman saya itu berkata "Yakin itu yang kamu inginkan?", lalu kemudian dia mentawakan saya, dan diam-diam dalam hati saya cuma bisa meringis. 

"lumpuhkan ingatanku hapuskan tentang dia, ku ingin lupakannya"

Ada satu pengalaman dalam hidup saya ketika yang namanya ingatan ini sungguh menyiksa. Jam demi jam, detik demi detik, saya bisa tergugu menangis tersedu-sedu dengan hanya punya satu keinginan "lupa". Saya ingin melupakan beberapa bagian terburuk dalam hidup saya, dan berharap bahwa menghapusnya adalah semudah menghapus sebuah catatan dengan membakar bukunya jadi abu, dan kemudian hilang selamanya. Saya merasakan rasa marah, benci, sedih, ketakutan dalam waktu yang bersamaan juga saya merasa saya sudah kalah. Dan satu-satunya yang bisa membantu saya saat itu rasanya hana dengan "lupa" menghapuskan ingatan saya. Atau jika tidak, mungkin membunuh penyebab semua itu akan jadi jawaban. Dan itu mengerikan.

Jadi saat musim patah hati itu, saya memutuskan pulang ke rumah orang tua dengan harapan saya bisa melupakan semuanya. Di rumah kami ada seseorang selain orang tua saya yang cukup special buat saya. Sebutlah namanya Tante Tuti. Tante bukanlah orang yang biasa saja. Dia tanteku, kawan bermainku saat kecil, dan mungkin seseorang yang dilupakan banyak orang, bahwa dia pernah ada. Tante Tuti berbeda dari kebanyakan orang. Tante Tuti mengidap down syndrom atau kita lebih kenal  dengan kata keterbelakangan mental. Belakangan setelah saya berbincang dengan seseorang, ada kemungkinan juga tante menginap Skizofrenia. Tapi sayang sekali, karena keterbatasan ini dan itu, tante tidak bisa mendapatkan perawatan yang layak untuk penyakitnya itu. Maka, sekitar sekian tahun kebelakang ini, tante tidak keluar dari kamar. Hanya tiduran seharian, makanan harus diantar, mandi juga harus dimandikan, dan bahkan (maaf) dia ngompol atau buang air besar di kamarnya sendiri. Padahan, dulu dia tidak begitu. 

Setiap malam ketika orang-prang di rumah kami tidur, dia justru terbangun. Biasanya dia berguman sendiri bicara sendiri bahkan seperti sendang mengobrol dan asik tertawa sendiri dengan obrolan khayalannya. Terkadang, saya berfikir itu bukan khayalan, tapi dia seperti dengan mereka ulang ingatannya tentang orang-orang yang pernah dia kenal. Satu malam bisa saya bilang dia seperti dengan bermain dengan teman masa kecilnya, saya tahu karena dulu dia sering bercerita pada saya, bahwa ada anak lelaki bernama Cun-Cun, yang jadi teman sepermainan dia dan ibuku. Ya, tante sering kali bercerita tentang anak lelaki itu. (mungkin Tante Tuti pernah naksir dia hehehe). Lain waktu, dia sering memanggil-manggil nama ibu saya, kakek dan nenek saya, juga dia seperti sedang menawakan bantuannya seperti dulu, yaitu masak, mencuci, membuat susu atau teh. Dan malam yang lain, ini yang membuat saya sangat sedih, dia sering memanggil-manggil nama saya. Seakan saya ada di ruangan itu dan kami sedang bermain seperti dulu. Berulang-ulang setiap malam itulah yang dia kerjakan. Dia hidup dalam dunia  ingatannya, ya mungkin juga khayalannya, dan dia menciptakan ulang semuanya sendirian di dalam kamar sempit yang ditinggalinya saat ini. Dan mungkin sejak itu saya mulai berfikir, benarkan saya ingin kehilangan ingatan saya?. 

Rasanya menyakitkan ketika saya memikirkan hal tersebut. Saya, yang dalam keadaan sadar ingin melupakan ingatan yang saya punya. Tante, yang hanya punya dunia kecilnya dalam kamar, berusaha mengulang dan mengulang ingatan yang dia punya. Betapa rasanya manusia tanpa ingatan akan lebih menyakitkan bukan?. Mungkin sejak itu saya tidak lagi ingin mengatakan saya ingin lupa ingatan, ingin lupa segalanya. Saya tidak lagi menginginkan amnesia. Oh ya, bukan karena saya merasa tidak adil membandingkan keadaan saya dengan Tante Tuti, tapi justru karena saya ingin belajar dari Tante, bahwa dia mengingat semuanya sementara orang lain mungkin seudah melupakannya. Dan itu menyakitkan, rasanya. Mungkin, Tante Tuti punya kenangan-kenangan yang indah yang dia ciptakan kembali dalam ruang khayalnya, dan mulupakan hal buruk yang pernah dia alami. Walau pun kenangan itu hanya sedikit. Sementara saya, dikaruniai ingatan yang panjang, kenangan yang berlimpah, beragam, dan tidak pernah mensyukurinya dengan berharap ingin Amesia/Lupa Ingatan.
Barangkali saya terlalu sentimentil dengan hal ini, tapi... saya merasa dari sejak inilah saya belajar menghargai apa yang saya miliki dalam ingatan saya. 

***

Lupa, mungkin adalah alasan agar kelak kita tidak disiksa rasa sakit. Tapi mungkin bagi saya, lupa ada adalah perihal memaafkan (diri sendiri) dan melanjutkan hidup.Yeah...melanjutkan hidup dan menciptakan lebih banyak kenangan-kenangan yang baru (yang menyenangkan, maupun tidak). Memang praktiknya tidak semudah yang dibayangkan pada awalnya, tapi setelah mengalami sekian waktu, ingatan-ingatan itu, semakin hari semakin samar. Dan hal yang ingin kita lupakan cukup menjadi fiksi, seperti pernah ada. Sepertu Dejavu.

"lumpuhkan ingatanku hapuskan tentang dia, ku ingin lupakannya"

Tidaaaaaak! saya gak mau ingatan saya lumpuh!


adalah jam, dan detik 
saling bertali memiliki hari 
menyimpan semua memori 
seperti fiksi 

24 Oktober 2013 - @my silence corner



 



























8 komentar:

Anonim mengatakan...

Huaaahhh, kisah mengharukan. Manusia memang rumit di satu sisi nggak ingin kehilangan suatu momen kekangan, di sisi lain menginginkan beberapa hal sebaiknya hilang saja bahkan tak pernah ada. Sejatinya itu cuma keinginan-keiginan yang tak mungkin terjadi (kecuali seseorang benar-benar mengalami amnesia)

Pada kenyatannya otak manusia didesain bukan untuk melupa tetapi memang untuk mengingat, menampung, menjaga. Mustahil menghilangkan sebuah ingatan secara total sebab ia memang tidak pernah hilang hanya tertutup, tertimbun momen-momen.

Akhirnya, selamat menikmati Kamisan, Mbak :)

April's Corner mengatakan...

Waaa Aria mampir akhirnya *terharu* hihihi...

Yah, kurang lebih begitulah...pada dasarnya sejarah kita itu gak bisa dihapuskan, kecuali kita sendiri mungkin dengan tak sengaja melupakan itu perlahan-lahan... (getokin meja* gak mau amnesia kalo Tuhan mengijinkan...)

Anonim mengatakan...

aku suka banget sama 4 larik di paling akhir itu ci.
-wacau-

Unknown mengatakan...

wooooh ini komennya sama kayak yang di wa waktu itu aja ya teh hihihihi eh waktu itu aku ngomong piye ya? ah tapi pokoknya aku ga mau ingatanku hilang/lumpuh.... yah biar saja seperti adanya, tak ada yang kusesali kok dengan semua yang pernah ku alami :D

alan schweik mengatakan...

teteeeeeh komenku sama kayak yang di wa aja yaaaaa hahaahha eh tapi aku ngomong apa ya di wa? lupa aku :D ah pokoknya yang penting aku setuju, aku ga mau ingatanku hilang/lumpuh, aku tidak menyesali apa yang sudah terjadi pada diriku, aku menerimanya kok :D

Unknown mengatakan...

woooh teteh susah banget mau komen disini ya, sudah tiga kali ngetik ini... yah aku setuju, aku tidak menginginkan ingatanku hilang/lumpuh, yah bisa dibilang aku menerima apa semua yang sudah kualami, tidak ada yang aku sesali atas apa yang pernah terjadi padaku

Unknown mengatakan...

woooh teteh susah banget mau komen disini ya, sudah tiga kali ngetik ini... yah aku setuju, aku tidak menginginkan ingatanku hilang/lumpuh, yah bisa dibilang aku menerima apa semua yang sudah kualami, tidak ada yang aku sesali atas apa yang pernah terjadi padaku

Unknown mengatakan...

woooh teteh susah banget mau komen disini ya, sudah tiga kali ngetik ini... yah aku setuju, aku tidak menginginkan ingatanku hilang/lumpuh, yah bisa dibilang aku menerima apa semua yang sudah kualami, tidak ada yang aku sesali atas apa yang pernah terjadi padaku