Senin, 04 Juli 2011

To Where You Are

: sayur kangkung

Semangkuk sayur kangkung, nasi panas dan lauk babi kecap. Itulah menu yang paling sering dibuat oleh seseorang yang belasan tahun ini selalu saya rindukan keberadaannya. Lelaki sederhana, tidak fasih berbahasa Indonesia namun lebih terbiasa berbahasa sunda, atau berbahasa hokian.

(membayangkan, jika saya tak mengenal dia, maka saya mungkin tidak pernah merasakan jadi tuan putri kecil yang manja. membayangkan, jika saya tiba-tiba kehilangan ingatan, amnesia maka saya akan kehilangan masa-masa yang menurut saya begitu tulus, hangat dan penuh bahasa  kesederhanaan. sigh...terkadang saya tidak ingin menjadi orang dewasa.)

Saya rindu senyum dan wajah keriputnya, jenggot serta bau rokok kreteknya. saya rindu, dia menggandeng saya untuk sekedar pergi ke warung dekat rumah, dan saya di perbolehkan membeli apapun disana sampai puas.

Saya rindu, seseorang yang sering menemani saya tidur, ketika kedua orang tua saya bekerja di shift malam. Dan saya rindu seseorang yang tidak pernah sama sekali memarahi saya, namun selalu menitipkan pesan seperti ini "Neng, sing rajin sekolah. sekolah itu penting. Jangan seperti Akung yang buta huruf dan tak bisa membaca. Neng, jadilah orang jujur, karena orang jujur tidak pernah kekurangan rejeki"

Saya rindu, seseorang yang selalu mengantarkan saya pergi sekolah minggu, menunggu saya pulang dan mengantarkan saya kembali ke rumah (hal ini, yang tidak pernah sama sekali dilakukan ayah kandung saya)

Saya rindu, seseorang yang kerap kali menunggu di gerbang sekolah, hanya untuk memberikan saya uang saku untuk jajan (uangnya bisa saya tabung buat beli komik). Atau sekedar mencari saya dari balik gerbang halaman sekolah, membelikan saya semangkuk bakso dan es jeruk.

Saya rindu, dengan seseorang yang mengajarkan saya makan roti dengan mencelupkannya kedalam susu hangat. Dan kami menikmati itu berdua. Tapi yang paling saya rindukan adalah pak tua yang sering masak sayur kangkung sepulang kerja.

-Juli 1995-

Satu pagi dia mengantaku ke sekolah, saat masa orientasi masuk SMP. Karena dilarang diantar sampai gerbang sekolah maka saya minta di turunkan jauh-jauh. Jalanan masih sangat sepi, kita-kita masih jam 5 pagi, dan saya berjalan sendiri menuju gerbang sekolah. Setengah jalan, saya mencoba menengok kebelakang, dan dia masih mengikuti saya dari jauh dengan motor BMW (bebek merah warnanya). Ada rasa tenang sekaligus pedih yang tidak bisa saya jelaskan kenapa. Saya pikir, ini hanya perasaan takut anak manja yang sedang masuk lingkungan baru dan masa ospek. Sebelum masuk gerbang, saya masih melihat dia dan melambaikan tangannya kearah saya. Seumur saya mengenalnya, dia tak pernah melambaikan tangan seperti itu.

***

Kesokan malamnya. Di atas meja dapur ada talenan yang diatasnya ada irisan bawang putih dan bawang merah. Ada kangkung yang sudah di petik di cuci, dan ada nasi yang telah dimasak. Ada daging babi yang sudah di potong, sebotol kecap dan semuanya siap sudah untuk dimasak. Yang tak ada hanya pak tua yang saya rindukan itu. Tidak, bukan dia tidak ada, tapi dia telah tertidur pulas untuk selamanya dan tak sempat memasak sayur kangkung dan babi kecap untuk terkahir kalinya. Pak tua pergi, ya pergi sebelum dia menyelesaikan makan malamnya.

***

: epitaf

pak tua, kau tau...rumah yang tak pernah mampu untuk kau beli itu telah menjadi milikmu setelah kepergianmu. si pemilik rumah, memberikanya sebagai tanda terimakasih atas nama pengabdian dan kejujuran. tapi saat ini rumah itu tak lagi jadi milik kami sejak kekasihmu juga pergi meninggalkan kami. mungkin dia pergi ketempat dimana kau ada saat ini.

pak tua, aku rindu bising suara bebek merah warnanya itu, yang selalu mogok tapi kau tak pernah mau menggantinya dengan yang lain. itulah kesetiaan yang kau ceritakan? tentang benang merah yang menyatukan kita satu sama lain dalam satu ikatan.

pak tua, aku rindu tangan kasarmu, bau oli dan bau seragam montirmu  yang berwarna biru.

dan sayur kangkung....

***

Saya ingat, setiap bulan dia selalu membayar satu iuran dari perkumpulan keluaga marga Bun, iuran itu untuk biaya pemakaman saat kita meninggal. Di hari dia dia dikuburkan, segala sesuatunya terlah tersedia, karena dia sudah mempersiapkannya sejak lama. Di hari penguburan, dia yang tidak banyak bicara dan seperti tak punya relasi malah diantar ke pekuburan dengan arak-arakan yang panjang. Semua orang mengenangnya sebagai pekerja keras jujur, dan selalu membantu orang lain tanpa meminta imbalan sedikitpun. Dia yang tidak pernah bisa berbicara manis tapi selalu meninggalkan sesuatu yang manis bagi orang-orang disekitarnya.  

in memoriam, my beloved grandfather Joni Yakub.


Who can say for certain
Maybe you’re still here
I feel you all around me
Your memories so clear

Deep in the stillness
I can hear you speak
You’re still an inspiration
Can it be (? )
That you are mine
Forever love
And you are watching over me from up above

Fly me up to where you are
Beyond the distant star
I wish upon tonight
To see you smile
If only for awhile to know you’re there
A breath away’s not far
To where you are

Are you gently sleeping
Here inside my dream
And isn’t faith believing
All power can’t be seen

As my heart holds you
Just one beat away
I cherish all you gave me everyday
’cause you are mine
Forever love
Watching me from up above

And I believe
That angels breathe
And that love will live on and never leave

Fly me up
To where you are
Beyond the distant star
I wish upon tonight
To see you smile
If only for awhile
To know you’re there
A breath away’s not far
To where you are

I know you’re there
A breath away’s not far
To where you are

2 komentar:

Nara Raisha mengatakan...

huhuhu jadi sedih baca ini :(

dia pasti juga kangen sama gadis yang menulis cerita ini :D

ceria mengatakan...

hiks :'(